Senin, 17 Januari 2011

Bidadari tak minum teh Pahit

“kau beri rasa yang berbeda, mungkin ku salah mengartikan nya, yang kurasa cinta!” sepenggal lagu peterpan dengan lengkingan khas, penyanyi yang tengah mempunyai masalah dengan hal-hal pribadi yang kini tidak lagi personal, terdengar sayup-sayup kala ku putuskan untuk berhenti sejenak, berteduh, menggunakan waktu yang sangat singkat untuk mengenakan jas hujan, to protect me dari tajamnya air hujan Jakarta, yang sore ini berpijar dengan kuatnya.

Tapi, sekuat dan sebanyak apapun hujan, tetap saja hujan, suatu bentuk presipitasi yang berwujud cairan, yang turun ke bumi setelah air terpisah dari awan. “Teu jiga anak maung, hiji ge maung!” hahaha, Kuputuskan untuk melaju si cinta pada kecepatan maksimal, 20 km/hours. Maklum jakarta, it’s late dan waktunya pulang kantor, antrian mobil yang lebih panjang sejauh mata memandang ditambah jalan-jalan yang berlubang, lengkap sudah sore ini, what a great evening!

I decide to pull over to a coffe shop, dentuman irama peterpan tadi, kini dimainkan secara harmonis oleh tummy orkestra yang terus terdengar sepanjang jalan, baru ingat, rupanya sejak siang tak satu pun substance yang masuk.. ku pesan satu mangkok soto koya, satu gelas es teh.. setelah, memesan kurebahkan diri di kursi malas yang tersedia, hmmm, feels like home.. semenit berselang, pelayan tadi datang kembali membawa satu mangkuk berisi kuah kuning dan sepiring nasi, selamat menikmati katanya lembut, “oh ya, maaf, teh nya pake gula mas?”, aku mengangguk, disaat yang sama ilusi itu kembali datang, ku ingat sesuatu, ku cium aromamu, kata-kata “masa teh ga pake gula” it’s weird! Bidadari tak minum teh pait.. alon-alon tummy orchestra kembali melagukan sepenggal lagu peterpan "semua yang terhenti tanpa ku akhiri!"

Rupanya lapar tak bisa berkompromi, santai, segera kupuaskan hasrat itu, "Yaa Allah, berkatilah rezeki yang engkau berikan kepada kami, dan peliharalah kami dari siksa api neraka"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar